Berita

Guru Bukan Pengabdi Buku

Guru Bukan Pengabdi Buku

Mengikuti kultwit Pak @gurukreatif langsung dari lokasi PLPG semalam ada satu hal yang cukup menarik. Ketika Beliau mengemukakan bahwa guru harus membawa siswa untuk produktif(dalam pembelajaran bahasa Indonesia), seorang follower Beliau menyampaikan bahwa dalam buku pelajaran yang dipakainya sering tidak ada latihan-latihan yang bisa mengkondisikan hal itu. Dengan kata lain, mungkin follower tersebut merasa kesulitan karena buku pelajaran yang dipakai tidak mendukung tuntutan pendidikan kreatif tersebut.


Bisa jadi fenomena ini tidak hanya melanda satu follower tersebut, tetapi juga banyak guru yang lain. Bahwa guru sering terjebak ‘mengabdi’ pada buku alias hanya mengikuti alur buku pelajaran yang digunakan memang bukan kabar baru. Pengamatan sekilas saya menunjukkan hal yang sama. Banyak rekan saya yang tidak mau repot dan menjadikan buku pelajaran sebagai kitab suci dalam pengajaran. Efeknya dalah pengajaran menjadi kering dan kurang bermakna karena tidak jarang buku pelajaran yang ada kurang up to date D


Sejatinya, kendali utama sebuah pembelajaran terletak pada guru. Mau menjadi seperti apa pembelajaran adalah kuasa seorang guru. Maka, dalam menggunakan buku pelajaranpun sejatinya adalah hak dan kuasa seorang guru. “Bahkan, sekolah yang baik adalah sekolah yang menggunakan modul karya para guru setempat dan bukan modul atau buku karya orang lain”, demikian kata seorang dosen dalam PLPG yang saya ikuti kemarin.

Maknanya adalah, bukan guru yang seharusnya mengabdi kepada buku tetapi sebaliknya bukulah yang harus mengabdi kepada guru. Gurulah yang harus menentukan buku mana yang akan ia pakai dalam pembelajaran.
Kalaupun terpaksa sang guru tidak bisa membuat modul atau mendapatkan buku yang sesuai dengan yang dikehendakinya, guru bisa membuatnya dalam bentuk LKS. Toh, LKS merupakan salah satu unsur penting yang harus disertakan dalam RPP yang ideal. Dan jangan lupa, LKS ini merupakan bagian dari kegiatan inti pembelajaran yang berfungsi untuk memandu siswa meraih kompetensi setahap demi setahap. Sayangnya, selama ini mungkin ada semacam miskonsepsi tentang LKS ini. LKS sering dipahami sebagai alat evaluasi di akhir pembelajaran sehingga lebih sering LKS ini menjadi semacam PR bagi anak.


Nah, jadi bagaimana? Masih mau terus mengabdi kepada buku? Sebaiknya jangan!Selamat pagi, semoga bermanfaat!


Tanggapan

Artikel Lainnya

Kembalikan Sekolah Kami!

Kembalikan Sekolah Kami!

KOMPAS.com - Telah lama sekolah di Indonesia bukan lagi rumah kedua yang nyaman bagi siswa. Siswa dibebani mata pelajaran titipan yang menjemukan.Ujian nasional tak menghargai pengembangan proses kreatif siswa, bahkan memicu modus kecurangan baru. Banyak sekolah di daerah krisis guru dan fasilitas. Guru tak

READ MORE
Sertifikasi Guru, Haruskah?

Sertifikasi Guru, Haruskah?

Sertifikasi Guru, Haruskah? Sebagai alat mewujudkan mutu pendidikan, pertanyaan di atas perlu dijawab: harus! Itulah salah satu upaya mengurai kesemrawutan persoalan guru. Seabrek acara seremonial dan basa-basi menghormati guru. Barangkali terkecuali dosen, lirik Oemar Bakri, jadi guru jujur berbakti memang makan

READ MORE
Ciri-ciri Guru Kreatif yang Profesional

Ciri-ciri Guru Kreatif yang Profesional

Dengan menjadi kreatif guru akan dapat menunjukkan kinerja yang baik. Guru kreatif sebagai salah satu ciri guru profesional yang mampu melaksanakan tugas secara berkesinambungan kapanpun dan dimanapun. Kreatifitas merupakan sifat pribadi seorang individu yang tercermin dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang

READ MORE